Jago

ImageSetelah sekian lama ‘anti’ kucing, akhirnya hewan berbulu halus itu kembali menjadi sesuatu yang membuat kangen setiap detik. Adalah suatu sore, menjelang magrib di akhir Oktober 2013, ketika di jendela kamar terdengar suara ‘teriakan’ anak kucing.  Saat ditengok, seekor anak kucing kurus kering berwarna merah api. Saking kurusnya, telinganya terlihat besar, mata belo besar, suara kencang..

Salah seorang keponakan, langsung mengambilnya. “Kasiaann, di luar dingin, mungkin anak kucing ini juga kelaparan,” katanya dengan sorot mata memelas. Dengan hati setengah-setangah (Setengah kasian, setengah lagi tidak mau merasa sakit lagi ketika ditinggal kucing), akhirnya aku pangku si kucing. Langsung dibawa ke wastafel dan memandikannya dengan air hangat. Anehnya si kucing langsung adem semua tindakan itu kulakukan. Matanya menatapku dengan rasa ingin tahu. Setelah kulap kering, anak kucing yang akhirnya kuberi nama si Jago itu kusuapi susu hangat. Si bibi juga membawakan telur rebus, merahnya, setelah dihancurkan kususapkan ke mulut mungil itu.

Dan malam itu, si Jago tidur dibahuku. Tenang, mungkin karena merasa hangat, tetapi selalu ‘teriak’ saat kutinggal ke luar kamar. Besok paginya, karena tugas ke luar kota, si Jago terpaksa aku tinggal seadanya. Kutitipkan si bibi dengan seribu pesan.

Sepulang tugas, dua hari kemudian, di depan rumahku sudah ada kandang dari besi berukuran 100 x 70 cm.  Isinya ternyata si Jago sedang tidur. di dalam kandangnya ada tempat makan dan minumnya. Ternyata kakakku yang kebetulan saat itu berkunjung, langsung mengambil alih perawatan si Jago. “Kalau di dalam rumah, kotorannya ke mana-mana,” katanya. Aku setuju. Tahu aku sudah datang, si Jago ‘teriak’ lagi.  Terpaksa mengangkatnya dari kandang. Dibelai sebentar sampai akhirnya aku mandi.

Waktu berlalu, suatu pagi 5 bulan kemudian, aku kaget ketika ada kucing besar sedang makan di tempat makannya si Jago kecilku. Sesaat menyadari, ternyata Jago kecilku sudah besar.. Dulu , mengangkat si jago, cukup satu tangan saja dan dia bisa berdiri di atas telapak tanganku. Kini, dua tangan pun tak cukup. Beratnya kini hampir 15 kg.  Kelakuannya yang tak berubah adalah menggigit-gigit. “Kalau sedang sadar, si Jago itu kayak devil..gigit-gigit terusss,” kata para keponakan yang mampir ke rumah. Tapi kalau sudah tidur, tingkahnya sangat membuat kangen.. seperti di foto ini, persis banget malaikat…ya?

Si jago ini ibarat kado dari surga. Mungkinkah dikirimkan my luvely Ammar dari sana? Thanks  Ammar sayang…

1 Comment

Filed under anak kucing, daily, happiness, iPhone, jurnal, kucing, lucu, manusia, Uncategorized

One response to “Jago

Leave a comment